Ekspetasi Wali Santri Ketika Liburan
Banyak Wali Santri memiliki harapan tinggi terhadap anak-anaknya ketika pulang liburan dari Pesantren, seperti:
- Bangun tepat waktu dan mengajak keluarga lain untuk semangat ibadah.
- Melaksanakan Shalat lima waktu dengan semangat berjamaah di masjid, bahkan sebelum adzan berkumandang.
- Berpakaian rapi (libasut takwa) saat pergi ibadah ke masjid.
- Konsisten dalam membaca Al Qur’an, rajin tilawah, dan murojaah hafalan.
- Bertutur sopan dan berakhlak mulia.
- Bersemangat membantu pekerjaan rumah tangga, termasuk pekerjaan ayah di tempat kerja.
- Berdakwah dengan bangga di tengah masyarakat, memberikan warna dan pencerahan di kampung halaman.
Namun kenyataannya, tidak sedikit (tidak semua) wali santri yang mendapati sebaliknya, beberapa di antaranya terkejut dan bertanya-tanya:
“Anak saya kok berperilaku begini ya? Ini tidak sesuai harapan saya. Astaghfirullah. Bagaimana ini?”
Sebagian santri (sekali lagi, sebagian) malah menunjukkan perilaku yang berbeda:
- Ada yang sulit dibangunkan.
- Ada yang menunda shalat lima waktu atau berjamaah.
- Ada yang pergi ke masjid dengan pakaian sembarangan, asalkan menutup aurat.
- Ada yang sulit lepas dari HP dan lebih suka hiburan.
- Ada yang kurang peduli dengan kesibukan orang tua dan lebih suka rebahan. Bahkan, beberapa habiskan waktunya dengan teman-teman.
- Ada yang malu atau takut bertemu orang lain di luar.
- Beberapa bahkan belum terbiasa bertutur dengan sopan, baik kepada orang tua maupun teman sebaya.
(Hasil inventarisasi dari Pa Dedi Gunawan )
Analisa Pola Asuh dan Pembiasaan di Pesantren.
Jika Santri pulang hasilnya ada yg kurang sesuai harapan orang tua. Ada beberapa faktor:
- Penerapan Pembiasaan di Pesantren yang kurang optimal serta berbedanya kebijakan ketika dia di rumah
- Faktor Orang Tua di rumah yang bingung harus berbuat apa, mungkin karena jarang ikut kajian parenting dan kurang komunikasi dengan guru di sekolah/pesantren anaknya. Sehingga tidak dapat mengatasi keadaan anaknya.
- Si anak belum mendapatkan hidayah, dan semoga Allah berikan hidayahNya pada ananda. Hal ini banyak faktornya (kami bahas dilain kesempatan Insya Allah).
Kami bahas faktor yang Pertama Dimana Pesantren biasanya menerapkan Pola Pembiasaan, dengan rumus
๐๐ถ๐ฝ๐ฎ๐ธ๐๐ฎ–> ๐ง๐ฒ๐ฟ๐ฝ๐ฎ๐ธ๐๐ฎ –> ๐๐ถ๐๐ฎ–> ๐ง๐ฒ๐ฟ๐ฏ๐ถ๐ฎ๐๐ฎ
Ya begitu ga ada yg maksa untuk melakukan ga jalan semua jadinya. Karena ga ada kesadaran dan keyakinan disana. Seperti rutinitas saja tanpa ruh…..
Tapi alangkah baiknya, dirubah
๐ฃ๐ฎ๐ต๐ฎ๐บ –>ย ๐ฌ๐ฎ๐ธ๐ถ๐ป –> ๐ฆ๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐ฟย –> ๐ ๐ฎ๐ ๐ ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ธ๐ฎ๐ปย –>ย ย ๐๐๐๐๐ต ๐ ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ธ๐ฎ๐ป๐ป๐๐ฎ
๐ฃ๐ฎ๐ต๐ฎ๐บ: ajarkan tentang kewajiban dan dampak jika tidak melakukan dengan pendekatan Basyiro Wanadziro (memberikan pemahaman tentang mengapa diwajibkan dan apa yang akan didapatkan ketika tidak melaksanakan)
๐ฌ๐ฎ๐ธ๐ถ๐ป: upayakan setiap yang diajarkan santri itu meyakini, bukan sekedar ujian tulis, tapi ujian sikap misalnya kebahagiaan orang yang khusnul khotimah karena istiqomah dalam ibadah tertentu, adanya adzab kubur tunjukkan bukti buktinya.
๐ฆ๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐ฟ: adalah proses bagaimana setiap santri disadarkan oleh ustadznya ataupun orang tua melalui pendekatan komunikasi intensif dan qudwah akhlaq mulia yang ditunjukkan sang ustadz maupun orang tua.
๐ ๐ฎ๐ ๐ ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ธ๐ฎ๐ป: Santri dengan keyakinan dan kesadaran melakukan ajaran Islam, dengan pendampingan dan support hingga mereka nyaman melakukannya. Bukan terpaksa.
๐๐๐๐๐ต ๐ ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ธ๐ฎ๐ป๐ป๐๐ฎ: sudah tertanam bahwa hal yang dilakukan itu bukan sekedar rutinitas, tapi kebutuhan seorang hamba pada Rabbnya. ketika sampai pada tahap ini santri akan terbiasa melakukan suatu ibadah misalnya sholat sunnah ba’diyyah dan merasa tidak nyaman ketika setelah dzikir tidak melaksanakan sholat ba’diyyah.
Kesimpulan
Ayah bunda sekalian, penting untuk dicatat bahwa ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah dinamika ini. Mengubah paradigma dari pendekatan yang sekadar rutin menjadi pendekatan yang penuh makna, seperti yang diusulkan oleh pendekatan “Paham-Yakin-Sadar-Mau Melakukan-Butuh Melakukannya”, dapat menjadi kunci. Melalui pendekatan ini, bukan hanya rutinitas yang dilakukan, tetapi sebuah kebutuhan akan ibadah kepada Sang Pencipta. Dengan demikian, pentingnya orang tua dan pesantren seragam dan sepakat untuk menerapkan strategi pendidikan yang holistik, yang tidak hanya mengajarkan kewajiban-kewajiban agama, tetapi juga membangun kesadaran, keyakinan, dan kesadaran akan kebutuhan ibadah yang mendalam dalam diri santri. Yang akhirnya, kita dapat mengharapkan bahwa setiap santri akan tumbuh menjadi individu yang kokoh dalam keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Sumber
tulisan ini dibuat oleh Ust Wahab Rajasam ุญูุธู ุงููู ุชุนุงูู
editor Muhammad Taufiqur Rosyid
link sumber sebagai berikut
Trackback